Kok Mau Nikah?

Well, jadi gini. Buat yang benar-benar kenal sama gue, pasti tahu kalau pertanyaan “kapan kawin?” ngga pernah bikin gue stres. Karena memang gue memang ngga terlalu mikirin soal pernikahan, dan dari orang tua gue juga ngga ada pressure buat buru-buru nikah (ah, I love them so very damn much). 

Kalo ngga ada, ya belom waktunya, atau belum ada yang cocok, atau Tuhan tahu (and yeah sure, He knows better) kalau kita belum siap atau belum layak nikah. Jadi ya udah, terimain aja.

Toh itu artinya gue dikasih waktu lebih banyak untuk ngejar karier, sekolah lagi (oh if only I could turn back time), ngabisin waktu bareng keluarga, eksplor hobi baru, traveling ke tempat-tempat yang ngga pernah kita bayangin sebelumnya, belajar agama atau ibadah lebih baik lagi, dan ngelakuin macem-macem hal seru lainnya.

awesome

Oh, thanks Barney! You’ve made the point. Now off you go! Oh wait…what? you’ll stay? Meh. Fine. 

The point is, gue memang ngga pernah punya target nikah kapan, dan emang ngga pernah kepikiran untuk nikah di umur yang (menurut gue) masih lumayan muda. Boro-boro kepikiran kapan mau kawin. Dateng kondangan atau temen ngomongin nikah aja gue udah freak out duluan.

Ngga kebayang aja suatu hari gue harus bersanding di pelaminan sama orang asing yang bakal jadi pasangan gue seumur hidup (ya if you’re lucky dan “ngga ada apa-apa” di tengah jalan), mengkompromikan berbagai hal yang berbeda, mengharmonisasikan dua kepala, menyatukan dua keluarga yang berbeda juga, dan lain sebagainya. Well, maybe, after several break ups and terrible relationships, the idea of “together forever”, “happily ever after”, that kind of romantic love story and fairy-tale wedding seems like…literally a fairy tale. 

But yeah, Tuhan memang punya kuasa untuk membolak-balikkan hati. Who knows sekarang akhirnya gue mau menikah. And honestly, I never thought that I’d be in this kind of moment. You know, that moment when everything is so damn real, yet still feels so…surreal.

So well, yeah. Kenapa gue mau kawin?

Bahkan pertanyaan ini masih sering muncul di kepala gue. Kenapa gue mau kawin?

Ok, gue bisa beralasan klasik. Menghindari zina. Menyempurnakan ibadah. Mendapatkan ladang pahala. And so on and so forth. 

Alasan-alasan itu memang masuk akal. Alasan-alasan itu juga yang mendukung gue untuk setuju dengan the idea of marriage itself. Tapi gue tahu, sebetulnya gue punya alasan lain. Lebih dari itu. Yang akhirnya meyakinkan gue to finally tie the knot and settle down. Cuma mungkin gue ngga tau aja cara mendeskripsikannya.

Mungkin karena Di? Mungkin kalau bukan Di yang ngomong sama bokap gue kalau dia pengen ngajak gue nikah, kalau bukan Di yang propose gue secara tiba-tiba, mungkin gue masih ngga mau. Oh wait. Sorry, ralat. Bukan propose. Lebih tepatnya ngajak diskusi mau tinggal di mana setelah nikah. Out of the blue. 

Mungkin karena dengan Di, gue merasa nyaman jadi diri gue sendiri. Tanpa pretensi. Tanpa perlu berubah, cuma perlu latihan untuk mengeluarkan versi terbaik dari diri gue.

Mungkin karena Di bisa meyakinkan gue kalau kita bisa jadi partner yang solid. Dengan Di, gue ngga merasa “dilengkapi”, karena kami sama-sama merasa utuh walaupun jalan sendiri-sendiri. Di membantu gue melihat dari sudut pandang yang lain. Sebaliknya, gue membawa Di ke dunia yang belum pernah dia kenal sebelumnya.

Di banyak pakai otak kiri, gue lebih aktif otak kanan. Di masih perlu berlatih soal pakai hati, gue masih perlu lebih banyak main logika dari pada perasaan. Buat Di, semuanya perlu rencana rapi. Sementara gue lebih banyak menjalani hidup dengan spontan. Seperti Yin dan Yang, kami tidak melengkapi. Kami mengimbangi.

Simbiosis mutualisme yang tidak melulu menimbulkan dependensi. Karena masih ada porsi untuk menjadi mandiri. Independen, tapi tidak dibiarkan sendiri.

Well, mungkin masih banyak hal lainnya yang bisa jadi alasan. Yang bisa bikin post gue kali ini semacem jurnal penelitian ilmiah. Tapi mungkin, alasannya sederhana. Mungkin, ya…cuma karena Di.

Masih perlukah mencari alasan yang rumit sebelum akhirnya kita memutuskan menikahi seseorang? Urusan persiapan pernikahan dan hidup setelah pernikahan itu jauh lebih rumit, lo.

Kalau gue, cukup Di. Cukup orang yang bisa membuat gue berani mengambil keputusan terbesar (tergila) di hidup gue, dan yakin kalau semuanya akan baik-baik saja kalau gue jalanin bareng dia. Kalau dia bisa menerima dan mencintai keluarga gue sama baiknya seperti dia menerima dan mencintai gue. Kalau dia bisa membuat gue yakin, the future is not that scary if we walk together in harmony. 

 

 

 

7 Replies to “Kok Mau Nikah?”

  1. Sesimpel bunyi bel. Dan lo nggak akan pernah tahu datangnya kapan. Life (include marriage) is our choice. Gw sendiri, memilih untuk mencicipi segala hal, manis, asam, pahit, asin, pedas, sebelum di suatu tengah malam yang tidak diduga-duga, gw mengucap kata sakral itu. Dan setelahnya? Gw kembali dihadapkan pada kenyataan untuk berkompromi. Berbagi itu tidak mudah, tapi percayalah, ada yang indah dari sebuah niat ibadah.

    Like

    1. IYA BANGET DIPS! Sudden-sudden berasa kayak ada feeling aja “ok, he’s the one. I’ll marry him”. And the rest is…that so called wedding preps story =))

      Terima kasih atas wejangannya, Pakde Pradipsy *sungkem sama senior*

      Like

  2. “Seperti Yin dan Yang, kami tidak melengkapi. Kami mengimbangi.” I like this! beban pernikahan adalah pada kata2 “melengkapi” yang berarti kalau ada yang tidak sempurna dari pasangan, kita yang harus menyempurnakan. masalahnya akan timbul jika ternyata hal yang tidak sempurna dari pasangan kita pun adalah hal yang tidak sempurna di diri kita. gimana kita melengkapinya? mengimbangi gue rasa sangat tepat. di mana dalam kasus gue, mungkin gue butuh orang yang bisa mengimbangi kegilaan dan kemasabodohan gue. lalu gue pun harus bisa mengimbangi apapun itu yang menjadikan si pasangan adalah dirinya.

    Liked by 1 person

    1. Duh oenni teto

      Terbijak :”) lamanya makan asam garam kehidupan emang ga bohong ya.. Qusayang *elah ini komen udah dari kapan tau sih

      Like

    1. Tolong dong kakak bloggernya the toelogy update lagi foto2 jalan2nya.

      Jangan sibuk ngebicunin orang aja di SG 😦

      Like

Leave a comment